Jember, 7 November 2024 – Fakultas Hukum Universitas Jember (FH Unej) mengadakan seminar bertema “Kumulasi Sanksi Administrasi dan Sanksi Pidana: Berlaku Double Jeopardy?” pada Kamis pagi di Ruang Balai Sidang Soeharsono. Seminar ini diselenggarakan oleh Program Pascasarjana FH Unej sebagai upaya memperdalam wawasan mahasiswa aktif terkait kumulasi sanksi administrasi dan sanksi pidana dalam konteks hukum Indonesia.

Acara yang dimulai pada pagi hari tersebut, dibuka langsung oleh Dekan FH Unej, Prof. Dr. Bayu Dwi Anggono, S.H., M.H., setelah menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Mars Universitas Jember. Acara resmi dimulai dengan menghadirkan tiga narasumber terkemuka di bidang hukum: Dr. Halif, S.H., M.H. dan Dr. A’an Efendi, S.H., M.H. keduanya merupakan dosen FH Unej dengan kompetensi hukum pidana dan hukum pidana. Serta menghadirkan Hakim Yustisial Mahkamah Agung Dr. Sudarsono, S.H., M.H. diskusi seminar dipandu oleh moderator Dina Tsalist Wildana, S.H.I., LL.M., dosen konsentrasi hukum pidana FH Unej.

Dalam pemaparan, Dr. A’an Efendi dan Dr. Halif membahas tentang konsep kumulasi sanksi administrasi dan pidana, yang kemudian menimbulkan diskusi menarik mengenai perbedaan pandangan mereka terkait konsep Double Jeopardy dan Ne Bis In Idem. Dr. Halif menjelaskan bahwa prinsip Ne Bis In Idem berlaku ketika suatu perkara dengan pokok yang sama telah memiliki putusan hukum final, sehingga tidak dapat diadili ulang. Pendapat ini menjadi bahan diskusi yang dipandu oleh moderator.

Tonton dalam Tayangan berikut: Seminar Nasional “Kumulasi Sanksi Administrasi Dan Sanksi Pidana : Berlaku Double Jeopardy?

Dr. Sudarsono yang hadir secara daring melalui Zoom, membawakan materi tentang hakikat dan karakteristik sanksi, prinsip kumulasi, dan perlindungan hukum administrasi dalam ranah pidana dan perdata. Paparan beliau yang tersusun rapi memberikan perspektif baru terkait prinsip-prinsip kumulasi sanksi, menjadikannya bahan diskusi yang berharga bagi para peserta.

Sesi tanya jawab berlangsung dengan antusias. Pertanyaan pertama membahas kekhawatiran mengenai Double Jeopardy dalam UU No. 3 Tahun 2020 Pasal 161. Pertanyaan kedua mengangkat istilah “inkadha venenum” sebagai contoh bagaimana sanksi administrasi terkadang mendekati sanksi pidana, yang menimbulkan diskusi apakah ada penerapan serupa di Indonesia. Pertanyaan terakhir menyinggung penggunaan kata penghubung “dan/atau” dalam peraturan perundang-undangan, mempertanyakan kejelasan konjungsi tersebut.

Ketiga narasumber menjawab pertanyaan dengan tuntas dan memberikan perspektif yang memperkaya pemahaman peserta. Sesi tanya jawab sekaligus menutup rangkaian seminar yang berhasil memberikan pengetahuan mendalam mengenai isu kumulasi sanksi di Indonesia, serta konsep perlindungan hukum dalam konteks Double Jeopardy.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *