Setelah satu pekan lebih, libur Hari besar Islam, sivitas akademika FH UNEJ kembali melaksanakan rutinitasnya. Pada hari pertama aktif kuliah, keluarga besar FH UNEJ melaksanakan Halal Bihalal Idul Fitri 1443 H yang bertempat di Cafetaria Integritas FH UNEJ, Senin (09/05/2022).
Para dosen, tendik beserta pimpinan dan perwakilan mahasiswa FH UNEJ turut hadir meramaikan acara tersebut. Dalam acara halal bihalal, FH UNEJ mendatangkan muballigh Prof. Dr. KH. M. Noor Harisudin, M. Fil.I. yang juga merupakan akademisi Dekan Fakultas Syariah UIN KHAS Jember.
Mengawali kegiatan, Dekan FH UNEJ Bayu Dwi Anggono memberikan sambutan. Dalam sambutannya, ia menyampaikan ucapan selamat hari raya idul fitri 1443 H, baik atas nama pribadi sekaligus mewakili institusi selaku pimpinan lembaga. selain itu juga, ia menyampaikan “mohon maaf lahir dan batin atas segala kesalahan baik perbuatan maupun perkataan”. hal tersebut disampaikan dekan ketika hendak masuk pada subtansi sambutan.
Selain dekan menyampaikan tujuan diadakannya Halal Bihalal di awal pertama masuk kerja setelah libur, ia juga mengulas perihal historis dari istilah halal bihalal. Ia mengutip peristiwa sejarah awal tercetusnya jargon halal bihalal tersebut. Istilah ini dapat dikatakan hanya di gunakan di Indonesia, dimana dalam sejarahnya, istilah yang lazim kita dengar pada momentum hari Idul Fitri tersebut, berawal saat perjumpaan Bung Karno dengan KH Wahab Chasbullah di Istana Negara.
“Setelah Indonesia merdeka 1945, pada tahun 1948, Indonesia dilanda gejala disintegrasi bangsa. Para elit politik saling bertengkar, tidak mau duduk dalam satu forum. Bung Karno memanggil KH Wahab Chasbullah ke Istana Negara, untuk dimintai pendapat dan sarannya, untuk mengatasi situasi politik Indonesia yang tidak sehat. Kyai Wahab menyarankan menyelenggarakan Silaturrahim, sebab sebentar lagi Hari Raya Idul Fitri, ” Ungkap dekan.
“Namun soekarno meminta saran istilah lain dari silaturahmi. Kemudian Kiai Wahab menuturkan, para elit politik tidak mau bersatu, itu karena mereka saling menyalahkan. Sedangkan, perbuatan saling menyalahkan itu kan dosa. Dosa itu haram. Supaya mereka tidak punya dosa (haram), maka harus dihalalkan. Mereka harus duduk dalam satu meja untuk saling memaafkan, saling menghalalkan. Sehingga silaturrahmi nanti kita pakai istilah ‘halal bi halal’. Saran itulah yang kemudian oleh Bung Karno ditindak lanjuti,” Tutur Dekan FH UNEJ dalam sambutannya.
Berkat saran Kiai Wahab itulah, lanjut dekan, kemudian Bung Karno pada Hari Raya Idul Fitri saat itu, mengundang semua tokoh politik untuk datang ke Istana Negara untuk menghadiri silaturrahmi yang diberi judul ‘Halal bi Halal’ dan akhirnya mereka bisa duduk dalam satu meja, sebagai babak baru untuk menyusun kekuatan dan persatuan bangsa.
“Meskipun kondisi masa lalu berbeda dengan sekarang, dimana kondisi FH UNEJ saat ini penuh kebersamaan, kepercayaan satu dengan lain dan persatuan yang kuat. Namun tentunya kondisi ini harus terus kita pelihara melalui silaturahmi yang terus terjaga termasuk di hari raya idul fitri ini. Selain itu juga, jika sebelum lebaran terdapat perbuatan yang dapat menyakiti perasaan orang lain atau menimbulkan ketersinggungan, maka kali ini duduk bersama untuk saling memaafkan, saling menghalalkan melalui acara halal bihalal ini,” terang Dekan.
Pada kesempatan itu juga, KH. M. Noor Harisudin dalam ceramahnya menyampaikan sekaligus mengingatkan untuk senantiasa bersyukur atas nikmat tuhan. Ia juga mengajak untuk saling mendoakan yang terbaik, termasuk terhadap para korban Covid-19 yang berlangsung kurang lebih selama tiga tahun ini. Baik berdoa untuk para korban covid secara umum, maupun sanak famili atau keluarga dari para hadirin yang hadir saat ini, untuk mendoakan mereka.
Dekan Fakultas Syariah UIN KHAS Jember tersebut juga mengutip kisah salah satu ulama, yang menyinggung perasaan soal peran dari istrinya. Dimana dari kisah tersebut dapat mengambil hikmah, hikmah pertama, tidak boleh kita meremehkan peran seorang perempuan. Hikmah kedua, bahwa manusia tidak luput dari dosa dan salah, sehingga menjadi penting untuk saling memaafkan, termasuk pada momen hari ini.
“Berdasarkan ilmu psikologi memaafkan itu menenteramkan. kita bisa menjadi tentram karena kita memaafkan atas kesalahan orang lain. memaafkan itu juga menyenangkan, membuat kita senang, damai, ceria seperti tidak ada beban. Terakhir memaafkan itu menyehatkan, kadangkala penyakit itu datang pada kita karena ada perasaan terpendam yang tidak pernah diungkapkan dan terpelihara secara negatif dalam perasaan kita. Kita maafkan perihal kesalahan orang lain serahkan pada Allah SWT, kita hanya mengantisipasi saja melakukan kesalahan serupa selanjutnya pasrahkan pada Allah,” Ungkap guru besar Fakultas Syariah UIN KHAS Jember.