Jember, 2 September 2024 – Konsentrasi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Jember (FH UNEJ) mengadakan Seminar Nasional bertajuk “Maulid Enam Puluh Empat Tahun UUPA: Refleksi dan Proyeksinya untuk Reforma Agraria di Indonesia.” Seminar ini berlangsung di Balai Sidang Soeharsono dan menghadirkan narasumber utama, peneliti senior dari Agraria Resource Center Dianto Bachriadi, Ph.D., sekaligus Eks Komisioner Komnas HAM, serta Al Khanif, Ph.D., Dosen FH UNEJ sekaligus Direktur The Centre for Human Rights, Multiculturalism and Migration (CHRM2) Universitas Jember. Seminar dipandu oleh moderator Christo Sumurung Tua Sagala, S.H., M.H., dosen FH UNEJ.
Acara diawali dengan sambutan dari Wakil Dekan I FH UNEJ, I Gede Widiana Suarda, Ph.D., yang menekankan pentingnya mahasiswa bersikap kritis terhadap isu reforma agraria yang tengah berlangsung di Indonesia. Ia menyoroti pentingnya pemanfaatan dan pengalihan lahan yang tepat sasaran demi memastikan keberhasilan reforma agraria tetap berjalan sesuai jalur.
Sesi selanjutnya diisi dengan paparan riset sederhana oleh mahasiswa FH UNEJ Nanda Bagus dan Bella perwakilan dari Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lembaga Ilmiah & Impa Akasia. Mereka berdua menyoroti isu Gumuk, khususnya perihal kerusakan gumuk (bukit kecil) di Kabupaten Jember. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa antara 2016 hingga 2021, jumlah gumuk berkurang sebesar 11% akibat alih fungsi lahan dan penambangan batu. Gerakan sipil “Save Gumuk” yang digagas sejak tahun 2013 juga disorot dalam upayanya melindungi gumuk di Jember.
Dianto Bachriadi, dalam diskusinya, membuka sesi dengan ungkapan yang menggugah, “Tanah itu bukan komoditas, tanah itu ada kedudukan sosial untuk meningkatkan kesejahteraan.” Ia kemudian mengulas 64 tahun pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dan refleksi peralihan reforma agraria di Indonesia dari sosialisme ke neoliberal. Struktur kepemilikan tanah yang tidak merata, menurutnya, memperburuk kemiskinan di masyarakat. Ia juga menyoroti konflik yang muncul di kawasan hutan berkaitan penambangan di kawasan tersebut.
Ia mengungkapkan bahwa sangat disayangkan Pemerintah tidak menyasar kelebihan tanah dan tanah absente perihal distribusi lahan terhadap masyarakat. Lebih lanjut Dianto menyoroti kebijakan pemerintah khususnya 10 tahun terakhir, ia menilai pemerintah disisi lain mengkampanyekan distribusi lahan namun pada sisi yang lain terdapat penyempitan lahan khususnya ketika bicara proyek infrastruktur jalan.
Narasumber kedua, Al Khanif, Ph.D., membahas pergeseran kebijakan pertanahan dan pangan di Indonesia sejak era kolonial. Ia juga menyoroti program food estate di Papua yang dinilai berpotensi mengancam kelangsungan hidup dan lingkungan masyarakat setempat. Al Khanif juga membahas hasil riset yang diterbitkannya pada 2019 di jurnal University of London, yang memperdalam wacana sejarah sistem pertanahan di Indonesia.
Sesi tanya jawab diisi dengan komentar dan pertanyaan dari sivitas FH UNEJ, salah satu poinnya, mempertanyakan ketidakseriusan pemerintah daerah dalam mengelola peraturan terkait gumuk dan perizinan tambang. Mahasiswa lainnya juga menanyakan tentang relevansi land reform di Indonesia saat ini serta implikasi pemikiran liberal dalam isu pertanahan.
Seminar ini diakhiri dengan jawaban narasumber yang memberikan wawasan baru terkait solusi atas permasalahan reforma agraria di Indonesia. Sebagai penutup, moderator Christo Sagala menyampaikan ringkasan dari diskusi yang berlangsung sebelum acara diakhiri dengan sesi foto bersama.