FH UNEJ menyelenggarakan kegiatan Bincang Kakak Asuh Seri I, dengan tema “Prinsip-Prinsip Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Terjangkau,”. Kegiatan tersebut diikuti civitas akademika, serta para alumni FH UNEJ, Jumat (26 Mei 2023).
Dalam sambutannya, Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni FH UNEJ Ermanto Fahamsyah, menyampaikan bahwa Bincang Kakak Asuh merupakan langkah strategis dalam memperkuat hasil dari Program Kakak Asuh Season 1 melalui evaluasi dan penyempurnaan yang terus dilakukan.
Ia juga menyinggung perihal kegiatan Bincang Kakak Asuh dengan tema “Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan”, merupakan bagian dari Program Kakak Asuh Alumni FH UNEJ, terutama Season 1, yang telah dimulai sejak tahun 2020 dan resmi diluncurkan pada tahun 2021. Acara tersebut berhasil melibatkan 35 alumni dan 150 mahasiswa aktif dari FH UNEJ.
Pada salah satu sesi Bincang Kakak Asuh Series I yang diadakan baru-baru ini, Roni E. Susanto, seorang alumni FH UNEJ Angkatan 2013 dan Hakim Pengadilan Negeri Bangli, menjadi narasumber yang membahas pentingnya mediasi di pengadilan. Dalam paparannya, Roni mengungkapkan bahwa mediasi didasarkan pada Pasal 154 RBg dan Perma No.1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
Mediasi merupakan mekanisme perundingan antara para pihak yang dibantu oleh mediator, yang bisa berupa hakim maupun non-hakim. Roni menekankan pentingnya mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa yang lebih cepat, sederhana, dan biaya ringan. Dalam mediasi, para pihak dapat berdiskusi secara terbuka dan mencari solusi bersama tanpa harus melalui proses peradilan yang panjang dan rumit.
Namun demikian, Roni juga menjelaskan bahwa Mahkamah Agung (MA) mewajibkan bahwa semua perkara yang masuk ke pengadilan harus melalui proses mediasi terlebih dahulu. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk mendorong penyelesaian sengketa secara damai sebelum mencapai tahap persidangan yang lebih formal.
Hakim lainnya, Hakim Pengadilan Negeri Polewali Ria Resti Dewanti, menjelaskan pentingnya keadilan restoratif yang sedang menjadi perhatian utama. Tidak hanya dibahas di Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung (MA), tetapi juga di tingkat Kejaksaan dan Kepolisian. Pada tahun 2014, terbentuk Nota Kesepahaman antara MA, Kepolisian, dan Kejaksaan tentang keadilan restoratif yang diterapkan dalam tahapan peradilan di Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan.
Di Pengadilan Negeri, penerapan Pedoman Keadilan Restoratif di Pengadilan diatur melalui Surat Keputusan Dirjen Badilum pada tahun 2020. Kehadiran keadilan restoratif ini erat kaitannya dengan asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan. Meskipun tidak semua perkara dapat diselesaikan dengan pendekatan ini, beberapa jenis perkara seperti tindak pidana ringan, perempuan berhadapan dengan hukum, narkotika, dan perkara anak dapat ditangani melalui keadilan restoratif.
Berikutnya Hafid Mohammad Salim, Hakim Pengadilan Negeri Tobelo, menjelaskan bahwa gugatan sederhana memiliki kriteria khusus, termasuk jumlah penggugat dan tergugat yang tidak boleh lebih dari satu, wilayah hukum yang sama, dan keberadaan alamat tergugat yang diketahui. Selain itu, Mahkamah Agung (MA) juga menerapkan e-Court, yaitu sistem peradilan elektronik, sesuai dengan Perma No.1 Tahun 2019 dan Perma No.7 Tahun 2022, untuk mempermudah masyarakat dalam mencari keadilan dan mencapai tujuan MA sebagai badan peradilan yang agung dan modern sebagaimana tergambar dalam Blueprint 2045.
Diana Retnowati, pembicara terakhir dan hakim di Pengadilan Negeri Muara Bungo, menekankan bahwa Keadilan Restoratif adalah pergeseran dalam sistem hukum Indonesia dari keadilan retributif menjadi keadilan restoratif. Dalam konteks ini, diperkenalkan sistem diversi untuk mengalihkan rasa penyesalan dalam kasus anak dari proses pidana formal ke proses di luar peradilan. Diversi bertujuan untuk mencapai perdamaian, mengembalikan hak-hak korban, mencegah pembatasan kebebasan anak, dan menanamkan tanggung jawab pada mereka. Implementasi diversi dapat menghasilkan perdamaian, rehabilitasi medis dan psikososial, penyerahan anak kepada orang tua/wali, partisipasi anak dalam pendidikan/pelatihan, dan pelayanan masyarakat. Diversi dilakukan secara adil, dan jika tidak berhasil, perkara dapat diproses lebih lanjut dalam sistem peradilan pidana.
Setelah pemaparan, kegiatan dilanjutkan dengan sesi tanya-jawab yang melibatkan peserta Bincang Kakak Asuh Series I.