Dekan FH UNEJ Bayu Dwi Anggono menjadi dies reader pada Dies Natalis Universitas Jember ke-56. Dalam paparannya ia menegaskan bahwa hingga November 2019 terdapat 43.005 peraturan perundang-undangan di Indonesia. Yakni 1.686 UU, 180 Peraturan Pengganti UU, 455 Peraturan Pemerintah, 2.002 Peraturan Presiden, 14.456 Peraturan Menteri, 4.165 Peraturan Lembaga Pemerintah Non Kementerian. Sedangkan yang terbanyak adalah 15.965 Perda.
Tak heran ketika Presiden Joko Widodo mengeluhkan banyaknya peraturan perundang-undangan yang menghambat pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, undang-undang dan peraturan tersebut di Indonesia perlu direvisi dan diatur lebih lanjut.
Menurut Dr. Bayu, peraturan perundang-undangan yang melimpah ini berpotensi membingungkan dan mempersulit urusan pemerintahan. Dalam konteksnya, peraturan perundang-undangan memiliki fungsi untuk mengatur, mengarahkan, dan menjamin ketertiban, termasuk mendorong kepastian hukum dan keadilan sosial. Oleh karena itu, strategi penataan peraturan perundang-undangan dapat dilakukan dengan terlebih dahulu memenuhi lima prasyarat pembentukan peraturan perundang-undangan.
Kelima prasyarat tersebut adalah tertib hukum dan peraturan perundang-undangan, tertib pembentukan peraturan perundang-undangan, evaluasi peraturan perundang-undangan, sistem uji materi, dan partisipasi publik.
“Komitmen penataan peraturan perundang-undangan harus dituangkan secara nasional dalam dokumen yang disusun bersama, disebarluaskan secara optimal dengan melibatkan masyarakat dan diterapkan di semua tingkat pemerintahan. Perlu komitmen bersama. Padahal, peraturan perundang-undangan seperti yang dijelaskan oleh Profesor Mahfud MD menghasilkan lebih banyak keputusan politik dibandingkan dengan melakukan pekerjaan hukum yang nyata, “Dr. Bayu menegaskan.
Dr. Bayu menyarankan penataan hukum dan peraturan Indonesia. Pertama, secara formal mengadopsi program pengaturan legislasi di tingkat pusat dengan menetapkan tujuan dan kerangka kerja yang jelas untuk pelaksanaannya. Kedua, mengatur jenis, hierarki, dan isi peraturan perundang-undangan. Ketiga, menyempurnakan proses perencanaan pembentukan peraturan perundang-undangan dengan mengadopsi praktik penilaian dalam usulan rancangan peraturan perundang-undangan baru, dan penataan harmonisasi peraturan perundang-undangan.
Juga tidak dapat dipisahkan untuk melibatkan partisipasi publik dalam pembentukan undang-undang dan peraturan untuk memastikan produk-produk ini berada dalam proses yang demokratis. Oleh karena itu, harus diikuti dengan penerapan evaluasi peraturan perundang-undangan yang rutin dan sistematis. “Saya juga mengusulkan untuk memperkenalkan lembaga khusus yang bertanggung jawab dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Lembaga ini akan terlibat sejak awal dalam proses pembentukan regulasi di lingkungan pemerintahan seperti yang dibentuk di Korea Selatan. Terakhir, memperkenalkan uji materi satu pintu (one stop judicial review). di MK, ” tutup Bayu Bayu Dwi Anggono.