Fakultas Hukum Universitas Jember menggelar Konferensi Internasional yang ke -2. Konferensi ini dibuka dengan seminar internasional yang mengangkat topik “Teori dan Praktik Keadilan Restoratif dalam Masyarakat Multikultural”. Seminar tersebut berlangsung di lantai 5 gedung Pascasarjana FH UNEJ, Rabu (30/11/2022).

Tema lengkap konferensi kali ini “The 2nd International Conference on Law and Society “Restorative Justice Theory and Practice in Multicultural Society”. Konferensi internasional ini, rencananya akan menjadi agenda rutin tahunan FH UNEJ, yang telah diselenggarakan sejak tahun lalu. Konferensi ini merupakan ajang untuk berdiskusi dan berbagi pengetahuan seputar perkembangan hukum global.

Kegiatan tersebut dibuka langsung oleh Rektor Universitas Jember Iwan Taruna. Sebelumnya juga Dekan FH UNEJ Bayu Dwi Anggono telah memberikan pengantar dalam seminar tersebut. Hadir pula sebagai Keynote Speaker Jaksa Agung Republik Indonesia ST. Burhanuddin. Sedangkan speaker seminar internasional ialah Duc Quang ly (Thailand), Masahiro Suzuki (Australia), dan I Gede Widhiana Suarda (Indonesia).

Dekan FH UNEJ menyampaikan mengapa memilih tema tersebut, menurutnya “Keadilan Restoratif” merupakan isu global yang menarik untuk dikaji. Mengingat pendekatan ini merupakan penyelesaian perkara tindak pidana dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula. Selain itu juga menekankan keseimbangan, perlindungan, dan kepentingan korban dan pelaku tindak pidana.

“Keadilan Restoratif di Indonesia sudah mulai diterapkan pada sistem pidana anak berdasarkan Undang-Undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Pada tahun 2020, Kejaksaan Agung RI telah menyusun Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Berikutnya pada tahun 2021, kepolisian Republik Indonesia juga mengesahkan Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berbasis Keadilan Restoratif.” Ujar Bayu Dwi Anggono, Guru Besar Ilmu Perundang-Undangan FH UNEJ tersebut.

Mengingat hal tersebut, lanjut dekan, maka keadilan Restoratif sebagai alternatif penyelesaian perkara tindak pidana, agar menjadi bahan kajian dan diskusi di kalangan perguruan tinggi. Utamanya mendiskusikan tantangan penerapan restorative justice, di tengah masih banyak pemahaman masyarakat yang masih berorientasi pada pembalasan. “Melalui konferensi semacam ini, saya berharap Konferensi ini bisa menjadikan suatu media bagi kita untuk berdiskusi, dan bertukar perspektif antara narasumber dan partisipan dari berbagai negara,” Ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Jaksa Agung ST Burhanuddin memberikan sambutan sebagai keynote speech dalam acara konferensi internasional tersebut. Menurutnya, diperlukan suatu hukum yang responsif sebagai sebuah jawaban atas keinginan masyarakat terhadap pemberlakuan hukum yang berlandaskan hukum yang hidup di masyarakat.

“Hukum yang baik idealnya memberikan sesuatu yang lebih daripada sekedar prosedur hukum. Hukum selain kompeten dan adil, ia juga harus mampu mengenali keinginan publik yang tergambar dalam hukum yang hidup di masyarakat serta berorientasi terhadap tercapainya nilai-nilai keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan hukum,” Ujar Burhanuddin Jaksa Agung RI sekaligus dosen tamu FH UNEJ tersebut.

Lebih lanjut Jaksa Agung menjelaskan bahwa sejak awal perkembangan pelaksanaan sistem peradilan pidana, baik di Indonesia maupun secara global, pemidanaan terhadap para pelaku tindak pidana masih bersifat retributif yang menitikberatkan pada penghukuman pelaku tindak pidana. Namun seiring berjalannya waktu, terjadi pergeseran paradigma alternatif yang ditawarkan yakni gagasan yang menitikberatkan pentingnya solusi. Solusi yang dimaksud untuk memperbaiki keadaan, merekonsiliasi para pihak dan mengembalikan harmoni pada masyarakat namun tetap menuntut pertanggungjawaban pelaku yang kita kenal dengan restorative justice atau keadilan restoratif,” ujarnya.

Dosen tamu pascasarjana FH UNEJ tersebut menyampaikan, terdapat lima prinsip keadilan restoratif yang wajib senantiasa diaplikasikan sebagai upaya pembangunan hukum nasional, sehingga tujuan luhur dari hukum itu sendiri dapat terwujud yaitu keadilan, kepastian, dan kemanfaatan hukum. Prinsip-prinsip tersebut menurutnya yakni; pertama, Prinsip yang menekankan terhadap bahaya dan konsekuensi yang ditimbulkan oleh tindak pidana, baik kepada korban, masyarakat, dan kepada pelakunya; Kedua, Prinsip yang menekankan kepada perlindungan terhadap tempat dari tindakan yang terjadi, seperti terhadap keluarga pelaku, dan masyarakat sekitarnya;

Ketiga, lanjut Jaksa Agung, Prinsip yang menekankan kepada proses kolaboratif yang inklusif; Keempat berikutnya, Prinsip pelibatan para pihak tertentu dalam kasus-kasus tertentu, seperti pelaku, korban, keluarga, dan komunitas masyarakat yang dianggap secara sah dapat terlibat di dalamnya; dan terakhir Prinsip memperbaiki kesalahan,” Tegas Jaksa Agung.

Setelah penyampaian Keynote Speak usai. Acara dilanjutkan dengan pemaparan yang disampaikan oleh pembicara yang berasal dari tiga negara. Para pembicara tersebut yaitu Masahiro Suzuki, Ph.D. selaku pembicara dari Central Queensland University, Australia. Kemudian Dr. Duc Quang Ly, selaku pembicara dari Thammasat University, Thailand. Serta pembicara dari Indonesia sendiri I Gede Widhiana Suarda, Ph.D selaku pembicara dari Universitas Jember.

Sesi acara setelah seminar internasional selesai, kegiatan berikutnya dilanjutkan dengan agenda diskusi panel dari para presenter yang telah berhasil mengirimkan paper dalam acara konferensi Internasional tersebut. Dimana para presenter dibagi dalam beberapa group dengan masing-masing ruangan yang telah disiapkan panitia konferensi tersebut.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *